Video Hikmah

Yuk, menulis di buku baru


Kegelisahan adalah abjad pertama dari alfabet perubahanTahun baru adalah momen yang tepat untuk melakukan perubahan, meski sebenarnya tidak perlu menunggu momen-momen khusus untuk melakukan perubahan. Seorang pemenang sejati memahami bahwa tidak ada yang dapat merubah keadaan dirinya kecuali dirinya sendiri. Ia memahami dengan benar ayat Al Quran :
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum hingga kaum tersebut merubah dirinya sendiri(QS. Ar Rad : 11)

Asy Syahid Imam Hasan Al Banna mengibaratkan tahun baru yang ada di hadapan dengan sebuah buku tulis baru yang diberikan guru ketika kenaikan kelas. Sebuah buku tulis yang masih bersih, putih, dan belum ada sedikitpun coretan yang ada di dalamnya. Meski tahun baru yang dimaksud oleh Beliau adalah tahun baru Hijriah, tak ada salahnya jika kita analogikan tahun baru Masehi dengan sebuah buku baru.

Seorang siswa memperoleh sebuah buku baru dan diminta untuk menuliskan apa yang diperintah oleh gurunya. Begitu juga dengan kita, kita diminta untuk mengisi buku baru tersebut dengan catatan catatan yang baik, dengan catatan-catatan sesuai dengan apa yang diminta oleh sang pemberi buku. Dan kitapun sudah tahu bahwa yang memberikan kepada kita buku setebal 365 halaman itu adalah Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Kitapun telah paham apa yang harus kita tulis.

Bukan hanya itu, kita juga diberi fasilitas tambahan yakni penghapus. Fasilitas yang kemungkinkan kita untuk menghapus apa saja yang telah kita tulis. Fasilitas bernama Taubat itu memungkinkan kita untuk menghapus segala kesalahan kita dalam melaksanakan apa yang diminta oleh Sang Pencipta.

Namun kalau kita kilas balik apa yang terjadi sebelum kenaikan kelas, murid itu justru memenuhi buku tulis itu dengan penuh coretan yang dilarang oleh guru. Murid tersebut dengan sengaja tidak mau menulis apa yang diperintahkan oleh guru. Dengan congkaknya murid tersebut tidak mau menggunakan fasilitas penghapus yang diberikan kepadanya.

Dan apa jawaban atas semua yang dilakukan sang murid itu ? Sang Guru tetap meluluskannya sehingga murid tersebut tetap naik kelas. Saudaraku.... itulah potret kehidupan kita. Saudaraku... sedikit sekali kebaikan yang kita tulis dan sudah sekian banyak maksiat yang telah kita tulis di buku itu. Saudaraku.... kita juga sadar, jarang sekali kita mau menggunakan fasilitas taubat untuk menghapus coretan kemaksiatan itu.

Dan kini, masa kenaikan kelas telah tiba. Buku baru juga mulai dibagikan. Haruskah kita mengulangi kesalahan dan kecongkakan kita dengan tak mengindahkan perintah Sang Pemberi Buku. Masihkah kita tetap dengan kepongahan kita untuk tak memanfaatkan fasilitas penghapus bernama taubat.

Saudaraku... sebagai seorang pemenang sejati adalah tidak pantas jika kita tidak memiliki keinginan dan tekad untuk memperbaiki apa yang telah kita tulis di tahun lalu. Juga tidak pantas jika kita tidak gelisah dan jua tidak khawatir jika tulisan kita masih tetap seperti tulisan-tulisan kita tahun sebelumnya. Seorang pemenang sejati adalah orang-orang yang merasa gelisah dengan ketidakberdayaan dirinya, merasa gelisah dengan lemahnya iman, merasa gelisah atas dosa yang  telah diperbuat. Dan yang membedakannya dengan seorang pemimpi adalah semua kegelisahan itu berusaha diobati dengan melakukan perubahan, melakukan suatu tidakan, dan bukan hanya berdiam diri terbuai mimpi.

Lalu sekarang apa yang masih menggelayuti pikiranmu Saudaraku.... Bukankah buku tulis baru telah ada di tanganmu. Bukankah kau juga telah paham bahwa semua perubahan berawal dari diri kita sendiri. Apalagi Saudaraku.....

Lembaran-lembaran putih buku itu tak sabar menanti tulisan-tulisan kebaikan kita. Lembaran-lembaran putih itu ingin agar kita menuliskan sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Sang Guru.

Penulis: Ibnu Yazid - renungan awal tahun  Ibnu Yazid,[prim_mosl@yahoo.com]
sumber : alhikmah.com

Baca Juga

Tidak ada komentar:

Tinggalkan Komentar