Melanjutkan penjelasan dari adab-adab dalam bertamu yang sesuai
dengan tuntunan Rasululloh dan para sahabatnya. Pada bagian terakhir ini, akan
dibahas tentang, menyempaikan salam kepada shohibul bait bila telah
berjumpa, bila disuruh pulang, hendaknya pulang, tidak masuk bila yang
mengizinkan wanita, menundukkan pandangan, mendo'akan shohibul bait dan
tidak menceritakan aibnya kepada orang lain.
Bila shohibul
bait menyuruh tamu agar pulang, maka hendaknya pulang dan tidak boleh memaksa
atau menawar karena izin masuk rumah bukan perdagangan sehingga harus ditawar.
Dan hendaknya tamu tidak sakit hati.
Mengapa? Karena
shohibul bait punya hak. Sedangkan hak itu dari Alloh, sebagaimana ayat di atas
menerangkan,
Dan jika dikatakan kepadamu "kembalilah", maka hendaklah
kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu. (QS. An-Nur: 28).
Menyampaikan
salam kepada shohibul bait yang muslim adalah perintah Alloh sebagaimana
yang tercantum pada ayat di atas, dan berdasarkan hadits dari Abu Hurairoh
bahwasanya ia berkata,
Rasulullah bersabda, "Hak orang muslim kepada muslim yang
lain ada enam perkara." Beliau ditanya "Apa itu wahai
Rasululloh?" Beliau menjawab, "Jika kamu menjumpainya, hendaknya
engkau menyampaikan salam kepadanya." 18
Tetapi apabila
penghuninya orang ahli kitab seperti Yahudi dan Nasrani, maka kita dilarang
mendahului salam. Dari Abu Hurairoh ia berkata, Rasululloh bersabda,
Janganlah kamu memulai bersalam kepada orang Yahudi dan Nasrani
... 19
Jika shohibul
bait yang menyampaikan salam, padahal dia itu bukan orang Islam, maka
jawabannya dengan "alaikum" atau "alaik"
saja. Dari Ibnu Umar sesungguhnya Rasululloh bersabda,
Apabila orang Yahudi bersalam kepadamu, sebenarnya salah satu di
antara mereka berkata, "Assaamu 'alaika" (matilah
kamu), maka jawablah dengan jawaban, "alaik." 20
Seorang tamu
pria hendaknya tidak masuk rumah apabila yang mempersilahkan masuk adalah
seorang wanita. Kecuali wanita tersebut telah diizinkan oleh suaminya atau
mahromnya. Amr berkata,
Rasululloh melarang kami meminta izin untuk menemui wanita tanpa
mendapat izin suaminya. 21
Dari Amr bin
Al-Ash dia berkata,
Sesungguhnya Rasululloh melarang kami masuk di rumah wanita yang
tidak ada mahromnya. 22
Kaum pria
apabila melihat wanita yang bukan mahromnya wajib menundukkan pandangannya,
karena ayat berikutnya (ayat 30) menerangkan:
Katakanlah kepada kaum laki-laki beriman, hendaklah mereka
menundukkan sebagian pandangannya dan menjaga farjinya. Yang demikian itu lebih
bersih untuk mereka. Sesungguhnya Alloh itu Maha waspada dengan apa yang mereka
kerjakan. (QS. An-Nur: 30).
Bahkan
Rasululloh menerangkan bahwa wajibnya minta izin sebelum masuk rumah orang lain
untuk menghindari pandangan yang haram. Dari Sahl bin
Sa'id Al-Anshori, dia berkata, Rasululloh bersabda,
Imam Bukhari
berkata, Sa'id bin Abil Hasan berkata kepada Hasan,
Sesungguhnya wanita asing itu membuka dada dan kepalanya. Jika
kamu melihatnya, hendaknya kau palingkan pandanganmu. 24
Rasululloh
menyeru umatnya bila bertamu, lalu mendapatkan jamuan makan dan minum, atau
serupa dengan itu, hendaknya mendo'akan shohibul bait dengan do'a,
sebagaimana yang dituntunkan oleh beliau.
Dari Hisyam bin
Yusuf, dia berkata,
Saya mendengar Abdulloh bin Bisyr menceritakan bahwa ayahnya
pernah membuat makanan untuk Nabi, lalu dia mengundangnya, lalu beliau
mendatangi undangannya. Maka tatkala selesai makan, beliau berdo'a,
Ya Alloh, ampunilah dosanya dan rohmatilah dia dan berkahilah
rizki yang engkau berikan kepadanya. 25
Ketika tamu
masuk di rumah saudaranya sesama muslim, kadangkala menjumpai hal-hal yang
kurang berkenan di hatinya, atau melihat aib dan kekurangan. Jika ia menjumpai
hal itu, hendaknya tidak membicarakannya kepada orang lain kecuali bila
bertujuan untuk meminta nasihat.
Dari Anas bin Malik, dia berkata,
Rasululloh
membisikkan sesuatu rahasia kepadaku, maka tiada aku beritahu seorangpun
sesudah itu. Ummu Sulaim pun pernah menanyakan hal itu kepadaku tetapi aku
tidak memberitahukannya. 26
Juga hadits dari
Abu Hurairoh, dia berkata,
Sesungguhnya Rasululloh bersabda, "Tahukah kamu apa ghibah
itu?" Mereka menjawab, "Alloh dan Rasul-Nya yang lebih tahu."
Lalu beliau bersabda, "Ghibah adalah engkau menyebutkan saudaramu (kepada
orang lain) dengan sesuatu yang ia benci."
Lalu dikatakan kepadanya, "Wahai Rasululloh, bagaimana
pendapatmu bila aib yang kuceritakan itu memang benar?" Beliau menjawab,
"Jika apa yang kamu ceritakan itu benar, berarti kemu meng-ghibah-nya.
Jika tidak, berarti engkau berbuat dusta." 27
Wallohu A'lam.
Catatan
Kaki
HR. Muslim (dalam)
Kitabus Salam.
HR. Muslim (dalam)
Kitabus Salam.
HR. Bukhari.
HR. Ahmad. Hadits ini
shohih.
HR. Ahmad. Hadits ini
shohih.
HR. Muslim (dalam)
Kitabus Salam.
Lihat Shohih Bukhori pada Kitabul Isti'dzan.
HR. Muslim dan Ahmad. Sedangkan lafadz-nya oleh Imam
Muslim.
HR. Bukhori (dalam)
Kitabul Isti'dzan.
HR. Muslim.
Tidak ada komentar: