Oleh: H. Muntashir Lc
Belakangan
ini kagalauan melanda hampir semua lapisan, rasa percaya diri menurun,
kesyirikan menjadai kanker yang mengkeroposi relung-relung hati banyak orang,
identitas idola seakan tidak lagi mempunyai standard, sehingga pengkultusan
mudah terjadi, sedikit saja ada kelebihan seseorang, mudahlah pengkultusan
terjadi, tak jarang seorang tukang tipu digelari sebagai orang pintar oleh
mereka yang mencicipi pendidikan tinggi hanya karena pandainya mengolah kata
dan meramal, bahkan jika dari kalangan pesantren atau keturunan kiai yang punya
kelebihan, tak mustahil di kultuskan sebagai wali. Hal ini akan membingungkan
orang. Pada image banyak orang beranggapan bahwa wali adalah seseorang yang
mampu memiliki kemampuan ajaib yang bisa dimanuverkan kapan saja. Padahal
ungkapan wali dalam Al-Quran lebih ditujukan kepada orang yang mendukung
terwujudnya agama Allah serta memperjuangkan penebarannya.
"Allah penolong orang
yang beriman yang mengelurkan mereka dari kesesatan". [QS. 2. ;
257]
Siapakah gerangan yang disebut wali Allah itu ? Wali Allah adalah mereka yang taat beribadah, ikhlash dalam segala niat dan sungguh dalam usaha taqarub pada Allah. Pada diri mereka tergambar kepasrahan sepenuhnya pada Allah sehingga tak ada istilah ewuh pekewuh menegur yang salah walaupun dia atasan, mereka tak kenal mundur ketakutan melakukan kebajikan walau seribu ancaman menghadang, mereka tak sedih dihina oleh si jahil atau kucilkan ataupun dihina, karena tujuan hidup si wali hanya tertuju pada Allah semata, hal ini cocok dengan firman Allah yang menyatakan : "Ketahuilah, sesungguhnya wali Allah adalah mereka takut dan khawatir dan mereka adalah orang yang beriman dan bertaqwa [QS. 10;62]
Ayat
ini menunjukkan bahwa yang dimaksud wali Allah adalah mereka yang beriman dan
bertaqwa dan bukan mereka yang punya kemampuan ajaib bisa dipertontonkan
sebagaimana paranormal yang sering dipublikasikan, atau pandangan seakan mampu
meneropong jauh masa depan bangsa dan bisa memberikan solusi. Pada masa galau
ini banyaklah yang mengkultuskan figur yang memiliki sedikit kelebihan. Anehnya
orang itu bangga jika dikagumi dan dikultuskan orang. Perilaku semacam inilah
yang sering menyesatkan awam. Maka janganlah terdetik di hati bahwa orang yang memprediksikan
tahapan perjalanan suatu bangsa yang kebetulan tepat alau dikultuskan menjadi
wali atau setengah wali. Janganlah kelebihan orang memalingkan kita dari
keagungan Allah. Padahal tak mustahil masih banyak bicaranya yang dianggap
ngaco, ramalannya meleset. Awaslah jangan sampai terjerumus ke anggapan yang
merusak keutuhan tauhid.
Sebenarnya wali Allah itu mempunya beberapa tingkatan, yaitu :
1. Biasa adalah Muqtashid, yaitu mereka yang tekun
menunaikan yang wajib dan menjauhkan yang haram.
2. Tinggi adalah Sabiqun Bil Khairat yaitu yang melakukan
yang fardu, sunnah, dan menjauhkan yang haram dan makruh.
Tingkat satu dan dua adalah manusia biasa yang
tak mustahil diberikan kelebihan oleh Allah, sayangnya
kelebihan karunia Allah ini sering mendorong si awam untuk mengkultuskannya
sebagai makhluk agung yang mendekati tingkatan untuk disembah atau ditaati
perintahnya padahal kelompok ini tak pernah menonjolkan kemampuan apalagi
menyombongkan kelebihan.
3.
Tingkat
tertinggi wali adalah para Nabi dan Rasul, mereka adalah orang-orang terjaga
dari dosa, yang dikuatkan dengan mukjizat dari Allah. Jadi derajat yang paling
tinggi adalah para Nabi dan Rasul, sedang tingkat selanjutnya termasuk
sahabat-sahabat Rasul yang mengamalkan kitabullah, dan pengikutnya hingga kini.
Dari beberapa keterangan
menunjukkan bahwa wali Allah adalah mereka yang beriman taqwa sepenuh hati
serta selalu berjuang menyuarakan Allah dalam bentuk pengejawantahan
syariat-Nya, mereka tak ubahnya monitor yang memantau pelaksanaan syari'at di
muka bumi, mereka menugaskan dirinya untuk mendengarkan sejauh mana zikir
dilantunkan dan seberapakah pengaruh zikir itu atas perilaku manusia, langkah
mereka bagaikan kehendak Allah yang menjalankan sayriat-Nya. Merekalah kelompok
hamba yang dicintai Allah, mereka pantas jika Allah mencanangkan perang
terhadap orang yang memusuhi wali Allah.
Suatu hadits Qudsi yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah Bahwasanya Allah berfirman : "Barang siapa
memusuhi (menyakiti) wali (orang yang setia beribadah pada)Ku, maka sesungguhnya
Aka menyatakan perang terhadapnya. Dan tidak ada malan yang lebih kusukai dari
usaha taqarrub dengan amalan fardhu dan sunnah sehingga aku mencintainya,
apabila aku telah mencintainya, aku menjadi pendengarannya, penglihatannya dan
kakinya".[HR. Bukhari]
Jadi si mukmin yang taqwa, tekun
ibadah serta mencintai amalan sunnah adalah wali Allah, tapi banyak yang
terpukau oleh kemanisan lidah seseorang serta piawaian mengolah kata hingga
kekagumannya melahirkan anggapan bahwa yang seperti itulah wali Allah.
Janganlah terjadi pengkultusan yang timbul dari fanatik membuta karena
dikhawatirkan akan meyeret kita ke lingkaran kesyirikan. Wassalam.
Tidak ada komentar: