Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengatakan, dalam kasus Luthfi Hasan Ishaaq KPK tidak sadar dimainkan kekuatan besar. KPK pun memfestivalisasi kasus ini menjadi sebuah pergunjingan besar. “Kekuatan besar itu ingin agar partai Islam tidak kuat,” katanya di Jakarta, Kamis (27/6).
KPK, ujar Chudry, asyik sendiri dalam menangani kasus LHI. Tapi, mereka tidak melihat ada kekuatan besar yang mencoba masuk melalui kasus LHI untuk menghancurkan kekuatan PKS. Saat ini, kekuatan politik Islam sudah tidak ada gaungnya. PKB, PPP sudah tidak bisa diharapkan untuk menyuarakan kepentingan Islam.
PKS yang masih ada, kata Chudry, juga turut dihancurkan melalui kasus LHI. Walaupun tidak bisa dimungkiri, memang terdapat kesalahan yang dilakukan personel PKS sendiri. Dengan adanya festivalisasi kasus LHI, implikasinya luas. Orang jadi tidak percaya dengan ustaz, sebab mereka korupsi dan kawin lagi.
Sebenarnya, ujar Chudry, implikasi ini tidak hanya dirasakan LHI sendiri. Bagaimana dengan nasib ustaz-ustaz yang lain yang tidak pernah melakukan hal semacam itu. “Bahayanya, kalau orang tidak mau mengaji lagi. Sebab, ustaznya juga bukan orang baik. Itu yang ngeri,” kata Chudry.
Seharusnya, KPK lebih bijak dengan memfokuskan pada kasus korupsi LHI saja. Tidak usah mengumbar dia menikah lagi, sebab itu masalah pribadi. Contoh festivalisasi itu, lanjut Chudry, bisa dilihat dari sikap KPK yang memublikasikan hal-hal di luar kasus Luthfi Hasan Ishaaq. Dalam kasus LHI, berbagai masalah pribadinya dikemukakan kepada publik. Ini berbeda dengan kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh terdakwa lain sebelumnya.
Dalam kasus korupsi Angelina Sondakh, KPK tidak membeberkan urusan pribadinya. Ia dekat dengan siapa, tidak dimunculkan ke publik. “Berbeda dengan kasus LHI yang dimunculkan berbagai wanita cantik. Apa maksud ini semua,” kata Chudry.
Menurut Chudry, KPK tidak perlu memublikasikan LHI yang menikah lagi. Ini merupakan hak privasinya. “Dengan publikasi ini, sama saja hak-hak privasi dilanggar,” katanya.
Terdakwa menikah lagi, ujar Chudry, sebenarnya tidak ada hubungan dengan kasusnya. Ini bisa disebut pencemaran nama baik. “Hal ini patut dipikirkan supaya jaksa penuntut umum (JPU) harus hati-hati dalam membicarakan suatu masalah. Jangan mentang-mentang berkuasa bisa melakukan apa saja,” kata Chudry.
Terpisah, Ketua Komite Pemantau Komisi Pemberantsan Korupsi (KP-KPK) Taufik Riyadi mengatakan, kasus LHI telah menarik perhatian banyak pihak. Hal itu menarik karena dalam kasus LHI masyarakat disuguhi dengan banyaknya perempuan cantik di sekeliling Fathanah.
KPK, terang Taufik, pertama kalinya mendakwa seorang terdakwa dengan berubah-ubah. Diawali dengan dakwaan LHI tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi, meski tidak ada hasil korupsi dari Fathanah yang beralih ke LHI.
Bahkan KPK sendiri juga sempat mengembalikan sejumlah mobil yang disita oleh penyidik KPK. “Terakhir, dakwaan LHI juga melebar ke kasus Yudi Setiawan yang sebelumnya tidak pernah dipaparkan KPK ke publik,” kata Taufik. n dyah ratna meta novia ed: muhammad hafil
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.
Redaktur : Zaky Al Hamzah
sumber : http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/06/28/mp232f-kpk-tak-sadar-dimainkan-kekuatan-besar
Tidak ada komentar: