“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al Hujurat : 6].
Jujur saya katakan ini sudah mencapai titik ketidak wajaran, dimana media yang seharusnya menyampaikan kebenaran berubah menjadi penyampai kebohongan. Hal ini semata-mata karena perut, dengan perut idealism bisa di jual. Sehingga endependensi terabaikan. Ditulisan ini saya tidak mau menggunakan kata oknum, media yang saya maksud itu adalah MetroTV, TVOne dan MNC group juga beberapa media cetak seperti Tempo.
Saya faham bahwa berita itu adalah bisnis, tanpa ada berita mereka tidak ada income untuk memberi gaji kepada karyawan dan untuk operasional media itu. Sehingga para jurnalis mencari dan memuat berita yang laku dipasaran, terserah berita itu benar atau salah yang penting laku. Hal ini saya dapatkan dari beberapa kali mengikuti pelatihan jurnalistik dan Focus Group Diskusi (FGD) dengan jurnalis. Hal ini adalah kenyataan dilapangan bahwa berita adalah bisnis.
Namun berita beberapa hari kebelakang ini saya nilai sudah sangat cukup keterlaluan. Pasalnya kebohongan yang bertubi-tubi di publis ke halayak ramai tanpa ada berita klarifikasi setelah mendapat kebenaran.
Contoh kasus saya paparkan disini antara lain adalah kasus LHI. Dari awal media yang saya sebutkan tadi memberitakan dengan sangat massif kepada halayak ramai bahwa LHI ketangkap tangan kasus korupsi impor daging sapi. Padahal sebenarnya adalah Fathanah di tangkap di hotel bersama Maharani dan LHI dijemput di kantor DPP PKS. Kasus tangkap tangan ini sangat dipaksakan, gemana caranya yang penting LHI ketangkap tangan. Namun media memberitakan LHI ketangkap tangan, ketangkap tangan dan ketangkap tangan dengan berita bertubi-tubi.
Namun setelah terbukti bahwa LHI tidak terbukti ditangkap dalam keadaan tangkap tangan, dan itu salah satu kesalahan prosedur menangkap orang tanpa ada bukti. Karena ada peraturan di KPK itu yang boleh ditangkap langsung adalah kasus ketangkap tangan. Namun dari alasan itulah KPK bisa menangkap LHI padahal sebenarnya KPK tidak dibolehkan menangkap langsung tanpa ada keputusan siding bahwa LHI menjadi tersangka.
Nah kesalahan KPK ini tidak ada dan tidak pernah dipublis oleh media baik MetroTV, TVOne, Tempo dan kawan-kawan. Sehingga opini yang terbentuk dimasyarakat itu adalah LHI tertangkap tangan dan KPK berhak untuk menangkapnya.
Ini adalah pembunuhan karakter, perusakan citra yang dilakukan oleh media. Implikasinya adalah menguntungkan beberapa pihak, yaitu rival (lawan politik) PKS. Siapa dibalik media itu? MetroTV miliknya Surya Paloh ketua umum Partai Nasional Demokrat, TVOne adalah miliknya Aburizal Bakrie ketua Umum Partai Golkar. Sedangkan Tempo itu adalah media titipan missionaris. Yah tentunya dengan perusakan citra untuk PKS akan menurunkan suara PKS pada pemilu 2014 ini. Dan itulah yang diharapkan oleh rival PKS ini.
Hal yang serupa juga dilakukan kepada partai Demokrat yang merupakan rival Partai Nasdem dan Golkar juga Hanura. Berita kecil dibesar-besarkan agar citra partai ini rontok. Dan yang akan naik adalah partai mereka yaitu NASDEM dan Golkar. Ini semata-mata untuk suksesi pemilu 2014.
Saya sangat sepakat dengan pernyataan mantan Presiden RI B. J. Habibie yang menyatakan “sangat berbahaya bila media adalah milik anggota suatu partai”. Saya sudah melihat media ini, agar public tidak curiga ke independenan media ini, mereka membuat sesekali berita tentang keburukan partainya, namun berita itu tidak sebesar atau sebanding dengan berita untuk partai lain. Dalam hal ini adalah Demokrat dan PKS yang dibabat habis.
Jika ada rilis, siaran pers, aksi yang menuntut pembubaran media ini, tidak pernah dipublis. Seperti kasus penuduhan Rohis sarang teroris. Padahal aksi yang dilakukan oleh aktivis roshis se-Indonesia dilakukan. Aksi yang dilakukan sangat besar atas penolakan siaran MetroTV bahwa Rohis sarang teroris. Namun berita itu tidak besar karena tidak di siarkan oleh TV itu.
Sangking becinya kepada suatu partai media ini juga tidak tanggung-tanggung memuat berita. Seperti kasus PKS menolak kenaikan BBM menjadi PKS dukung kenaikan BBM. Kasus PKS laporkan KPK ke kepolisian menjadi KPK lapor Johan Budi ke kepolisian. Sampai pemberian orang yang bukan juru bicara KPK disebut juru bicara KPK. Sehingga masyarakat mengira itu adalah perwakilan KPK, padahal bukan. Ini semata-mata untuk memuluskan pemberitaan bohong kepada masyarakat.
Implikasinya adalah masyarakat mendapat informasi yang selalu tidak ada penyelesaiannya. Masyarakat tidak mengetahui kebenaran, dan itu adalah ghazwul fiqri yang dilakukan oleh media itu. Dan balasannya adalah neraka jahanam kepada media yang memberitakan kebohongan. Karena dengan berita yang salah akan mengakibatkan pertumpahan darah dan jutaan orang yang dirugikan.
Saya berharap kepada pemerintah sudah seharusnya mengevaluasi kebebasan pers ini. Semata-mata untuk kemaslahatan masyarakat, bila perlu dibubarkan saja. Hingga cukup TVRI saja yang bisa di kotrol langsung oleh pemerintah. Dengan penrnyataan ini saya yakin kawan-kawan dari media mapun jurnalis tidak setuju. Namun saya sudah men SWOT lebih banyak baiknya seperti harapan saya tadi yaitu bubarkan MetroTV, TVOne dan Tempo.
Saya berharap kepada masyarakat yang membaca tulisan ini kembali membuka hati nuraninya. Untuk menyaring berita yang dilakukan oleh media yang ditunggangi ini. Berharap masyarakat tidak langsung percaya atas semua pemberitaan yang disiarkan. Solusinya adalah tabayun, mengklarifikasi berita itu kepada orangnya langung atau keluarganya. Saya juga yakin tidak semua orang membaca tulisan ini, namun usaha saya untuk menyampaikan kebenaran ini. Saya berharap juga kepada yang telah membaca tulisan ini untuk menyampaikan secara lisan kepada masyarakat sekitar. Agar mereka tidak tersesatkan dengan berita-berita yang sesat. Dan semoga ini menjadi amal jariah kita. Aamiin..
Arida Sahputra
sumber : http://www.islamedia.web.id/2013/05/metrotv-tvone-dan-tempo-diminta.html
Tidak ada komentar: